Tuesday, February 3, 2015

Tsaqofah Islamiyyah

1. Tsaqofah Islam

Ilmu-ilmu Islam atau dikenal dengan Tsaqofah Islamiyah adalah Ilmu-ilmu yang dasar pembahsannya adalah aqidah Islamiyyah dan pangkal sumbernya adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Ilmu-ilmu ini muncul sejak masa kenabian dan terus berkembang tersistematis pada masa-masa berikutnya. Ilmu-ilmu Islam terdiri dari ilmu-ilmu pengetahuan yang mengandung aqidah Islam itu sendiri serta membahsanya, seperti ilmu tauhid; ilmu-ilmu pengetahuan yang dibangun atas dasar aqidah Islamiyyah seperti Fiqih, Tafsir, dan Hadist; dan ilmu-ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk memahami hukum-hukum yang memancar dari aqidah Islamiyyah, seperti ilmu bahasa Arab, Mustolah Hadist, dan Ushul Fiqh yang mutlak diperlukan dalam menggali hukum (ijtihad).

Kewajiban mengambil hukum dan petunjuk dari Al Kitab (lihat QS. An NAhl 44) dan As Sunnah (lihat QS. Al Hasyr 7) tidak mungkin dapat dilakukan tanpa memahami dan mempelajarinya terlebih dahulu. mencukupkan diri dengan teks-teks Al Qur'an dan As Sunnah apalagi sekedar membaca terjemahan tekstual adalah tindakan gegabah. Diperlukan semua perangkat ilmu yang bisa mengungkap hukum dan petunjuk dari kedua sumber utama syari'at Islam itu. Maka muncullah bebagai disiplin ilmu-ilmu pengetahuan Islam walaupun integral satu sama lain seperti ilmu pengetahuan tentang Al Qur'an, As Sunnah, Bahasa Arab, ilmu Shorof, ilmu Nahwu, ilmu Balaghoh, ilu tafsir, ilmu Hadist, dan Mustholah Hadist, ilmu Ushul Fiqh, ilmu Tauhid, dan ilmu-ilmu lainnya.

Ilmu hanya bisa diperoleh dengan belajar, harus dicari. Nambi Muhammad saw. bersabda:

خَـيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْاآنَ وَعَلَّمَهُ
Artinya : ”Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya”. (HR. Muslim).

Oleh karena itu , seba-sebab untuk menadapatkan ilmu itu harus ditempuh. Yakni belajar dan persiapan belajar. Kesediaan berfikir dan kesediaan mental uintuk memeras otak. Apalgi ilmu-ilmu Islam (tsaqofah Islamiyyah) itu ilmu yang memiliki akar pemikiran yang sengat dalam. Sehingga tidak cuklup, hanya berfikir secara dangkal. harus berfikir mendalam, bahkan cemerlang (lihat An Nabhani, As Syakhshiyyah Islamiyyah, Juz 1).

Saturday, January 31, 2015

cara melakukan amal baik

01Amal Terbaik

         الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia memuji kami, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (QS. Al Mulk: 2)

Dunia bukanlah tujuan , dunia hanya sebuah sarana dimana manusia diuji, ditempa menjadi sosok pribadi yang sesuai dengan aturan Islam. Seorang pribadi muslim yang mampu berpikir sesuai dengan ketetapan Islam. Sehingga dia akan memiliki amal perbuatan yang terbaik di sisi Allah SWT. Syarat agar suatu pebuatan yang kita lakukan tergolong kedalam Amal terbaik, setidaknya ada 2 hal yang perlu diperhatikan, diantaranya ;

1. Niat Ikhlas
Dalam melakukan sebuah anal perbuatan, hendaknya kita memiliki niat yang ikhlas yaitu hanya mengharapkan ridha Allah SWT saja. Tidak mengharapkan yang lain seperti, penilaian manusia, pemuliaan derajat di tengah nmasyarakat, agar dikenal sebagai tokoh, karena ingin disebut sebagai ustadz/ustadzah, dsb. Semua hal yang akan mengotori keikhlasan kita tersebut hendaknya dieliminasi jauh-jauh dari kehidupan kita. BAgaimana caraya? tentunya hal ini senantiasa membutuhkan proses agar keikhlasan kita tumbuh, tentunya setelah tumbuh keikhlasan tersebut harus senantiasa dijaga. Disinilah kita diharuskan untuk senantiasa mendekatkan diri pada Allah dan memohon perlindungan dai-Nya dari godaan seta yang terkutuk.

2. Dilakukan dengan cara yang benar
yang dimaksudkan adalah cara yang sesuai dengan aturan Islam. Karena Islam bukan hanya sebatas agama, tetapi juga sebuah ideologi yang memiliki aturan sempurna dalam mengatur kehidupan manusia. Sebuah perbuatan tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan yang terbaik, apabila cara yang digunakan adalah cara yang salah, yang tidak sesuai dengan aturan Islam, yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.
Kedua hal tersebut menjadi syarat mutlak apabila sebuah perbuatan ingin dikategorikan sebagai amal terbaik. Tidak boleh ada yang cacat dalam pengimplementasian keduanya, karena apabila salah satu dari kedua syarat tersebut ada yang cacat, maka merusak amal perbuatan tersebut. Sebagai ilustrasi untuk lebih memahami permasalahan ini, marilah kita simak studi kasus di bawah ini :

Kasus pertama,
seorang pelajar yang dengan ikhlas ingin meraih nilai tinggi dalam ujian demi membahagiakan dan memenuhi harpan orang tuanya. Dari sisi niat, tentu saja hal ini merupakan niat yang ikhlas. Apabila pelajar tadi berusaha meraih nilai ujian yang tinggi dengan cara-cara yang dibenarkan oleh Islam, misalnya belajar dengan sungguh-sungguh, benyak membaca, tekun, tidak mudah menyerah pada sebuah soal, dan tentunya disertai dengan berdoa. Dapat dipastikan bahwa amal perbuatan atau aktivitas pelajar tadi dalam upaya meraih nilai ujian yang tinggi merupakn bentuk amal terbaik. berbeda ketika pelajar tadi menempuh cara-cara yang melanggar aturan, misalnya menyontek, menyuap guru, membeli jawaban soal, tentu saja hal uini bukan termasuk amal terbaik. Karena cara yang ditempuh pelajar tadi adalah cara-cara yang tidak dibenarkan dalam Islam.

Kasus kedua,
ada seorang pemuda yang aktivitasnya adalah menyebarkan ide-ide Islam secara gencar. Dia sosok pengemban dakwah yang berkualitas dan dapat diandalkan dalam segala bidang. Kualitas hafalan Al-qur'an, hafalan hadist, pemahamannya, tsaqofahnya, shaum sunnahnya, tahajudnya, infaqnya, semua berada di atas kualitas rata-rata pengemban dakwah yang lain. Namun pemuda tersebut melakukan semua amalannya karena niat yang tidak ikhlas, bukan karena Allah Swt gapainnya. Ada harpan ingin dikenal masyarakat, ingin disebut sebagai tokoh, ingin dipanggil ustadz, bahkan ingin dipuja oleh sesama aktivis dakwah dari kalangan akhwat. Intinya niat sipemuda tadi hanya mengharapakan penilaian dari manusia. Jika kita perhatikan kasus kedua ini, aktivitas yang dilakukan pemuda tadi adalah aktivitas yang sangat mulia di hadapan Allah Swt, tapi menjadi sia-sia karena niat dan tujuan melakukannya bukan karena ridha Allah Swt.

Kesimpulannya, jika kita melakukan sebuah aktivitas atau amal perbuatan sehari-hari. Kita harus senantiasa memiliki orientasi hidup, bahwa setiap apa yang kita lakukan harus menjadi sebuah amal terbaik yang kita persembahkan untuk Islam. Karena sesungguhnya, bukanlah Islam yang membutuhkan kita, tapi kitalah yang membutuhkan Islam.

sumber: Lembaga Dakwah Sekolah (LDS), Kab. Bogor